CONTOH PROPOSAL METODELOGI PENELITIAN AKUNTANSI

PENGARUH AKUNTANSI PEMERINTAHAN DI DESA PULUNG TERHADAP KUANTITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN MELIHAT PENGUKURAN KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK

Proposal ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Akuntansi


Disusun Oleh :
Aryka Pabertawati         (13440618)

Prodi Akuntasi S-1 Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


BAB I
PENDAHULUAN

I.1.  Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia , sedangkan kemajuan bangsa tergantung pada pemerintahannya. Peran pemerintah sangatlah diperlukan  guna menciptakan kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus memaksimalkan tugas – tugasnya dalam melakukan pembangunan bangsa. Pembangunan bangsa disini dimaksudkan bahwa, pemerintah diharapkan mampu memakmurkan masyarakat agar tercipta bangsa yang maju, tentram dan mumpuni dalam iptek serta pengetahuan.
Selain itu, maraknya globalisasi yang menuntut daya saing di setiap negara juga menuntut daya saing di setiap Pemerintah daerahnya. Daya saing Pemerintah Daerah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian Pemerintah Daerah yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah. Undang-undang No. 32 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia.
Sesuai dengan judul terkait, maka sebelum melakukan pengukuran suatu kinerja harus dilakukan dulu untuk melakukan pengukuran pendapatan asli daerahanya.
Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
 Pendapatan itu sendiri juga harus diklasifikasikan, dikarenakan untuk mempermudah pembaca laporan keuangan  agar dapat terpahaminya isi laporan yang telah diberikan. Dengan adanya klasifikasi , maka dapat dilihat dengan jelas berapa besar pendapatan untuk tiap jenis bidang usaha yang dilakukan. Klasifikasi  biasanya didasarkan atsas jenis usaha pemerintah yang dilakukan dalam melaksanakan tugas – tugasnya.
Sejalan dengan pelaksanaan pengukuran kinerja pada sektor publik daerah, diperlukan sistem akuntansi yang baik, karena sistem akuntansi merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang accountable, dalam rangka mengelola dana dengan sistem desentralisasi secara transparan, efisien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adanya pemborosan waktu  kerja menjadi masalah di Dipenda dalam pengelolaan tugas – tugasnya.
Dalam segi pendapatannya suatu pemerintah pusat akan dipengaruhi dari suatu pendapatan Kabupaten dan Kabupaten akan dipengaruhi pada pendapatan Desa itu sendiri, sehingga untuk mencapai  hasil kinerja yang maksimal sangatlah diperlukan pengukuran kinerja serta pengakuan laporan keuangannya.
Ada suatu ungkapan yang menggambarkan pentingnya  pengukuran kinerja, dihubungkan dengan perbaikan mutu manajemen, yaitu :
“Jika sesuatu tidak dapat dikuantifikasi, maka sulit diukur
Jika sesuatu tidak dapat diukur , maka tidak dapat dievaluasi
Jika sesuatu tidak dapat dievaluasi, maka tidak dapat diperbaiki
Jika sesuatu tidak dapat diperbaiki, maka tidak akan ada kemajuan
Jika tidak ada kemajuan, maka untuk apa ada manajemen?”
Ungkapan diatas  menunjukkan bahwa untuk mencapai kemajuan organisasiperlu dilakukan perbaikan kinerja. Untuk memperbaiki kinerja perlu dilakukan evaluasi. Cara untuk melakukan evaluasi adalah dengan pengukuran kinerja. Agar dapat diukur, maka kinerja harus dapat dikuantifikasi.
Secara umum kinerja di sektor publik lebih sulit untuk dikuantisifikasi dibandingkan dengan sektor privat karena sebagian besar hasil kinerja bersifat kualitatif. Contohnya adalah peningkatan keamanan, perbaikan mutu kesehatan, atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengukran kinerja sendiri berfungsi untuk menilai  sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan. 
Pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai  tingkat besarnya terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dan kinerja yang diharapkan. Dengan mengetahui penyimpangan tersebut dapat dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja.
Alasan yang meandasari pentingnya pengukuran kinerja sektor publik terkait dengan tanggungjawabnya dalam memenuhi akuntabilitas dan harapan masyarakat. Organisasi sektor publik bertanggung jawab atas penggunaan dana dan sumber daya dalam hal kesesuaiannya dengan prosedur, efisiensi, dan ketercapaian tujuan.
Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial.
Kinerja organisasi oleh Berman (2006) didefinisikan sebagai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan. Efektifitas didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil organisasi yang diharapkan. Namun demikian, efektifitas telah lama menjadi bahan perdebatan kalangan akademisi dan praktisi, di mana efektifitas tersebut dihadapkan pada dua pilihan, apakah outputs (hasil kegiatan pada periode tertentu) ataukah outcomes (manfaat yang diberikan organisasi kepada stakeholders). Perbedaan output dan outcomes ini dicontohkan pada kegiatan kepolisian yang berhasil membekuk pelaku kejahatan (output), sedangkan outcomes merupakan manfaat yang dirasakan masyarakat dengan output yang telah dicapai kepolisian, diantaranya rasa aman.


I.2.  Identifikasi Masalah
            Proses suatu pengukuran pendapatan asli daerah yang dapat dikaitkan dengan suatu kinerja pada sektor pemerintah di Desa Pulung dengan mengaitkan antara pemikiran dan perhitungan. Maka harus dilakukan dengan dua metode tertentu agar tercapai hasil yang maksimal atau tidakkah?

I.3.  Batasan Masalah
       Batasan masalah dalam penelitian ini :
1.3.1        Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri. Termasuk dalam pendapatan jenis ini adalah pajak daerah, retribusi daerah , hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain – lain PAD yang sah.
1.3.2        Dibatasi pada laporan keuangan (Laporan Laba/Rugi dan Neraca) pendapatan asli daerah pada tahun 2015.
1.3.3        Pengukuran Kinerja sangatlah diperlukan untuk menilai tingkat besarnya  terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dan kinerja yang diharapkan.
1.3.4        Ansalisis data dilakukan dengan melihat kinerja yang dilakukannya dan melihat apakah pendapatannya telah sesuai dengan kinerjanya serta yang diukur dibatasi pada tahun 2015.

I.4 Rumusan Masalah
1.4.1 Bagaimanakah pengertian Pendapatan Asli Daerah?
1.4.2 Bagaimanakah Klasifikasi Pendapatan?
1.4.3 Bagaimanakah sumber – sumber yang terdapat di Daerah?
1.4.4  Bagaimanakah Pengukuran Pendapatan?
1.4.5 Bagaimanakah Pengertian Pengukuran Kinerja Sektor Publik?
    1.4.6 Bagimanakah Siklus Pengukuran?
    1.4.7 Bagaimanakah Skala Pengukuran Kinerja?
    1.4.8 Bagaimanakah Informasi yang digunakan dalam pengukuran kinerja?

I.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Mengetahui PAD di Desa Pulung.
1.5.2 Mengetahui banyak data yang telah menerima pendapatan.
1.5.3 Mengetahui hasil kegiatan yang telah terealisasi.
1.5.4 Mengetahui langkah dalam mengukur kinerja pada Desa Pulung.
1.5.5 Mengetahui proses yang terkait dalam pengukuran pendapatan dan 
pengukuran kinerja.

I.6. Kegunaan Penelitian

1.6.1 Kegunaan Bagi Peneliti
1.6.1.1 Dapat mengetahui PAD yang telah ada.
1.6.1.2 Dapat mengetahui proses kinerja pemerintahan.
1.6.1.3 Menambah wawasan  tentang pemerintahan daerah.

1.6.2 Kegunaan Bagi Dosen
         1.6.2.1 Dapat melihat perkembangan PAD suatu Daerah.
                1.6.2.2 Dapat melihat hasil proses kinerja pada pemerintahan Desa
     Pulung.

1.6.3 Kegunaan Bagi Pemerintahan Desa Pulung
         1.6.3.1 Mengetahui tingkat realisasi yang telah dilakukannya.
         1.6.3.2 Mengetahui besarnya kemaksimalan kinerja yang telah
    dilakukannya.
                1.6.3.3 Pemerintah Desa akan lebih meningkatkan kinerjanya dalam
mensejahterakan masyarakatntya dengan melakukan realisasi  kegiatan yang telah direncanakan.






BAB II
TIANJAUAN PUSTAKA

2.1.  Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Menurut Herlina Rahman (2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.

2.2. Klasifikasi Pendapatan
            Pengklasifikasian pendapatan daerah meliputi:
2.2.1 Pendapatan asli daerah ,merupakan pendapatan daerah yang
         bersumber dari daerah itu sendiri. Termasuk dalam pendapatan jenis
         ini adalah  pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
        daerah yang dipisahkan, dan lain – lain PAD yang sah.
2.2.2 Pendapatan transfer, merupakan pendapatan yang bersumber dari
Transfer pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Termasuk dalam pendapatan jenis ini adalah  dana perimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus) dan pendapatan transfer lainnya.
2.2.3 Lain – lain pendapatan yang sah, merupakan pendapatan yang tidak
dapat diklasifikasikan  ke dalam PAD dan pendapatan transfer.
Termasuk pendapatan jenis ini adalah ; hibah, dana darurat dari
Pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana, bagi hasil pajak
dari pemerintah provinsi, dana penyesuaian dan dana otonomi
khusus yang ditetapkan pemerintah, dan bantuan keuangan dari
pemerintah , dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya.

2.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:
2.3.1  Hasil pajak daerah.
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya Rochmad Sumitro yang merumuskannya  “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”.
Sedangkan Siagin merumuskannya sebagai, “pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik”. Dengan demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:
a)      Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah;
           b)   Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
b)      Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang
undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;
c)      Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah sebagai badan hukum publik;

2.3.2 Hasil retribusi daerah;
Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah (Josef Kaho Riwu, 2005:171) adalah pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau mhlik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak Iangsung”.
Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur.

2.4 Pengukuran Pendapatan
          Pendapatan diukur dalam hal nilai dari produk atau jasa yang dipertukarkan dalam transaksi wajar. Nilai ini merupakan nilai kas bersih atau sekarang yag didiskontokan atau nilai uang yang diterima atau yang akan diterimadalam pertukaran dengan produk atau jasa yang ditransfer.

2.5 Pengertian Pengukuran Kinerja Sektor Publik
            Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1.      Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
2.      Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3.      Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.

2.6  Siklus Pengukuran Kinerja
 Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:
1.        Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san kegiatan/aktivitas.
2.        Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.
3.        Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4.        Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5.    Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi.

2.7 Skala Pengukuran Kinerja
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a.   Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah tingkatannya karena denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat dikatakan lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang lain, tetapi hanya sekedar berbeda.
b.   Skala Ordinal
 Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal, yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang berbeda, skala ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala nominal, yaitu bahwa golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat dibedakan tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c.    Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau antara satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d.     Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya. Skala rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila suatu obyek diukur dengan skala rasio dan berada pada titik nol, maka gejala atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.

2.8 Informasi yang Digunakan dalam Pengukuran Kinerja
a.    Informasi Finansial
   Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah      dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang dianggarkan. Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
1.    Varians pendapatan (revenue varians)
Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
2.      Varians pengeluaran (expenditure variance)
-          Varians belanja rutin
Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk  membiayai kegiatan-kegiatan yang sifatnya  lancar dan terus menerus yang dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.
-          Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)
Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Setelah dilakukan analisis varians maka tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian.
Subjek penilaian pengukuran  kinerja organisasi ini menggunakan metode berhitung dan  berpikir dengan berbasis kinerja. Pada dasarnya sistem ini lebih menekankan pada upaya bagaimana indikator kinerja disusun berdasarkan rencana-rencana atau sasaran organisasi untuk seterusnya di elaborasi ke dalam indikator unit/tim, dan individu. Indikator individu tersebut selanjutnya menjadi dasar kinerja tim dan organisasi dan bagaimana suatu perhitungan dapat dikaitkan dengan keadaan bersangkutan.

3.2    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut :
a.       Observasi
Observasi dikakukan dengan mengumpulkan data yang ada terlebih dahulu atau lebih mendalam secara terperinci dan cermat sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul secara menyeluruh yang didasarkan pada konteks data dalam keseluruhan situasi.
b.      Wawancara
Peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu denga pihak bersangkutan agar dalam prosesnya lebih dipermudah.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi disini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam ketika akan menghitung data yang telah diperoleh.
d.      Uji Validitas Instrumen
Dalam keterkaitan antar berfikir dan berhitung maka penulis menggunakan dua metode sekaligus khususnya dengan menggunakan hipotesis penelitian yang dilihat dari hipotesis statistik untuk menguji perbedaan pendapatan dan pengukuran kinerja serta untuk menguji hubungannya antara judul terkait.
    Rumus Uji perbedaan :
Frekuensi
Mean
Varians
Ho:fu=fe
H01= µ2
 H0 21= ɑ22
H1:f0# fe
H11> µ2
H1 21# ɑ22

Rumus Uji hubungan dengan menggunakan uji hubungan sederhana
H0 : ρXY = 0
H0 : ρXY # 0

          Uji diatas nantinya akan menggunakan kesamaan / perbedaan dua arah. Sedangkan, uji prediksinya dengan menggunakan regresi linear berganda ;
Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ..... bkXk

3.3  Teknik Analisis Data
Penulis disini menggunakan teknis analisis yang cukup relevan dengan melihat hasil perhitungannya terlebih dahulu.

















DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nordiawan , Deddi ; Putra, Sondi, Iswahyudi ; & Rahmawati, Maulidah.  2008. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
http://repository.upi.edu/7744/4/s_mrl_0802747_chapter3.pdf diakses pada tanggal 21 Juni 2016 pukul 11.16 WIB.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Konsep Database (Sistem Informasi Manajemen)